Kamis, 06 Oktober 2011


DALIL EVAN'S DAN DALIL KOCH


Dalil Evans

Dikembangkan sebagai konsep penyebab yang menyatu yang digunakan secara umum hingga saat ini untuk mengetahui hubungan sebab akibat dalam bidang epidemiologi. Dalil ini menyatakan penyebab penyakit berdasarkan kriteria berikut:

· Proporsi hewan yang terserang penyakit harus lebih besar pada kelompok yang terpapar dengan penyebab yang diduga dibandingkan dengan kelompok yang tidak terpapar.

· Keterpaparan dengan penyebab diduga harus terlihat lebih umum pada kelompok yang dianggap sebagai kasus dengan kelompok yang tidak sakit.

· Jumlah kasus baru harus lebih tinggi pada kelompok yang terpapar dengan penyebab yang diduga dibandingkan dengan kelompokyang tidak terpapar, sebagaimana diamati pada kajian prostektif.

· Secara temporal, penyakit harus mengikuti keterpaparan dengan penyebab yang diduga.

· Dapat diukur spektrum biologis terhadap respon inang.

· Respon inang harus dapat diulang mengikuti keterpaparan dengan penyebab yang diduga.

· Penyakit yang muncul dapat segera dihasilkan secara eksperimen.

· Pencegahan atau modifikasi respon inang harus dapat menurunkan atau menghilangkan keberadaan penyakit.

· Penghilang penyebab yang diduga harus dapat menurunkan insiden penyakit.

· Hubungan antara penyebab yang diduga dengan penyakit yang muncul harus dapat dijelaskan secara biologis dan epidemiologi


Hubungan agen dan hospes ini lebih dilihat sebagai hubungan sebab akibat faktor tunggal. Pemahaman tersebut tidak dapat digunakan dalam menganalisis kejadian penyakit dalam suatu populasi (epidemiologi). Kesehatan populasi ternak pasti akan melibatkan tiga hal yaitu hospes/inang, agen penyakit, dan lingkungan dan pada kasus epidmiologi maka, semua hubungan dan keterkaitan tersebut harus dapat dibuktikan secara biologis dan epidemiologis. Pendekatan tersebut diformulasikan dalil - dalilnya secara rinci yang dikenal sebagai postulat Evans. Faktor yang mempengaruhi kesehatan populasi diklasifikasikan menjadi 3 hal yaitu faktor primer dan sekunder (Agen), faktor intrinsik (dalam tubuh hopes) dan ekstrinsik (di luar tubuh hospes), dan interaksi antara hospes , agen dan lingkungan (Gambar 1).

Gambar 1. Segitiga interaksi faktor kesehatan populasi

Penyakit adalah hasil dari interaksi kompleks (ketidak seimbangan) antara tiga faktor, yaitu agen, host (induk semang) dan lingkungan (Gambar 1). Komponen-komponen dari interaksi ini berbeda-beda tergantung pada kondisi spesifik dari masing-masing kelompok hewan. Pada hewan ternak, ketiga faktor ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor peternakan dan manajemennya, yang seringkali justru memegang peranan yang paling penting. Pada penyakit yang ditularkan oleh vektor, peranan vektor tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, pengetahuan tentang berbagai komponen dari ketiga faktor di atas penting, karena dapat dipakai sebagai sarana untuk mengurangi kemungkinan terjadinya penyakit melalui pengendalian pada titik-titik tertentu dalam siklus penularannya. Kesalahan yang paling sering dilakukan orang adalah memusatkan perhatian hanya pada salah satu dari ketiga faktor tersebut pada waktu mengendalikan atau mencegah penyakit.

Komponen-komponen dari masing-masing faktor adalah sebagai berikut:

Agen

Dosis

Kondisi lingkungan

Virulensi (mikroba)

Infektifitas(mikroba)

Toksisitas (toksin)

Host

• Resistensi alamiah (misalnya, barier mukosa lambung, mekanisme

transport mukosilier)

Penularan sebelumnya

Status kekebalan pasif (neonatal)

Status vaksinasi dan respon

Umur

Jenis kelamin

Tingkah laku (misalnya, kebiasaan saling membersihan diri, dominasi, pica)

Status produksi (misalnya, laktasi vs non-laktasi)

Status reproduksi (misalnya, bunting vs tidak bunting, steril vs fertil)

Genetik

Faktor host ini dapat dibedakan antara yang bersifat intrinsik (tidak dapat diubah dalam diri individu hewan) dan ekstrinsik (dapat diubah dalam diri individu hewan).

Faktor intrinsik. Sebagai faktor intrinsik, umur memegang peranan yang sangat penting karena banyak penyakit berubah resikonya akibat berubahnya kondisi fisiologis hewan dengan bertambahnya umur hewan tersebut. Misalnya, hewan yang baru lahir sangat peka terhadap berbagai infeksi saluran pencernaan dan pernafasan, tetapi resisitensinya akan meningkat apabila hewan makin dewasa. Sebaliknya pada waktu fungsi kekebalan tubuh menurun dengan bertambahnya umur, kepekaan hewan terhadap penyakit akan meningkat. Akibat perbedaan faktor genetik dari tiap ras hewan, terdapat perbedaan resiko terhadap penyakit. Demikian pula, beberapa ras hewan tertentu lebih peka terhadap penyakit infeksi akibat adanya kelainan genetik.

Faktor ekstrinsik. Faktor ekstrinsik ini juga berperanan cukup besar terhadap kemungkinan terjadinya penyakit. Misalnya, anjing yang tidak diovariohisterektomi, akan beresiko lebih tinggi dari pada yang mengalami operasi ovariohisterektomi terhadap pyometra dan tumor mammae. Anjing tersebut cenderung lebih suka berkeliaran mencari pasangannya dan beresiko lebih tinggi terhadap penyakit infeksi yang menular (misalnya, canine distemper) dan tertabrak mobil. Vaksinasi dapat meningkatkan resistensi individu terhadap penyakit, tetapi proteksinya tidak berlaku absolut untuk semua vaksin.

Lingkungan

Kepadatan kelompok hewan

Perpindahan hewan dalam kelompok

Kandang (misalnya, ventilasi, sanitasi)

Keadaan lingkungan (misal, suhu, kelembaban, kecepatan angin, presipitasi)

Nutrisi (protein, energi dan kecukupan makromineral maupun mikromineral)

Banyak agen infeksius yang peka terhadap sinar ultraviolet matahari dan kekeringan, sebaliknya mereka lebih tahan hidup dalam jangka lama dalam lingkungan yang lembab. Intervensi oleh manusia seringkali berpengaruh besar terhadap perubahan faktor lingkungan ini.

Contohnya:

Peningkatan kepadatan hewan dalam suatu kelompok akan

meningkatkan jumlah mikroba yang ada dalam lingkungan tersebut

Pemasangan atap akan mencegah paparan sinar ultra violet yang dapat mematikannya

Kurangnya ventilasi akan meningkatkan kelembaban yang mempengaruhi efisiensi pernafasan hewan, meningkatkan daya tahan hidup

mikrooganisme, meningkatkan jumlah mikroorganisme dan bahkan pada gilirannya akan menulari lebih banyak hewan.

2. Dalil Koch. Kesehatan hewan tidak akan terlepas dari upaya mendukung tubuh untuk mempertahankan keseimbangan fisiologisnya, Kejadian penyakit selalu dihubungkan dengan agen penyebab (misalnya: bakteri, virus) yang menimbulkan ketidak seimbangan dalam tubuh hewan. Postulat Koch menjelaskan bahwa pada kejadian penyakit harus dapat diperoleh agen penyebab spesifik dan bila agen tersebut diinfeksikan ke tubuh hewan sehat akan menimbulkan gejala dan lesi yang sama dan sekaligus agen tersebut akan dapat ditemukan kembali (uji biologis). Hubungan agen dan hospes ini lebih dilihat sebagai hubungan sebab akibat faktor tunggal. 4 dalil Postulat Koch menjelaskan bahwa pada kejadian penyakit harus dapat diperoleh :

1. Mikroorganisme harus ditemukan dalam hewan yang sakit, tidak pada yang sehat.

2. Mikroorganisme harus diisolasi dari hewan sakit dan dibiakkan dalam kultur murni (diluar tubuh)

3. Suntikkan mikroorganisme tersebut ke tubuh hewan yang sehat dan ciptakan kembali penyakit tersebut (menimbulkan gejala dan dan lesi yang sama dan sekaligus agen tersebut akan dapat ditemukan kembali (uji biologis).

4. Ambilah mikroorganisme dari hewan yang dibuat sakit itu dan ulangilah kembali seluruh proses tersebut ( diisolasi ulang dari hewan yang dicobakan tersebut).

Dengan ke-4 dalil itu Koch berhasil menemukan basil Anthrax, spora basil Anthrax, dan siklus kehidupan penyakit Anthrax. Pasteur, mikrobiologi Prancis, menemukan vaksin Anthrax. Dengan demikian kedua orang itu dapat menyelamatkan ratusan ribu ternak.

Nilai normal Darah Anjing dan Kucing

Table. Normal Hematologic Values

Test Units Dogs Cats
WBC 10 × 3/mm3 6.0–17.0 5.5–19.5
RBC 10 × 6/mm3 5.5–8.5 6.0–10
Hemoglobin g/dl 12.0–18.0 9.5–15
Hematocrit % 37.0–55.0 29–45
MCV fl 60.0–77.0 41.0–54
MCH pg 19.5–26 13.3–17.5
MCHC % 32.0–36.0 31–36
Platelet count (automated) 10 × 3/mm3 200–500 150–600
Platelet count (manual) 10 × 3/mm3 164–510 230–680
Neutrophils % 60–77 35–75

Absolute 3000–11,500 2500–12,500
Bands % 0–3 0–3

Absolute 0–510 0–585
Lymphocytes % 12–30 20–55

Absolute 1000–4800 1500–7000
Monocytes % 3–10 1–4

Absolute 180–1350 0–850
Eosinophils % 2–10 2–12

Absolute 1000–1250 0–1500
Basophils % 0–1 0–1

Absolute 0–100 0–100

Di ambil dari : Tilley and Smith. 2000. The-5 Minute Veterinary Consult Ver 2

Volume darah anjing


THE INSTITUTIONAL ANIMAL CARE AND USE COMMITTEE (IACUC) NORMATIVE VALUES: THE DOG
Item Nilai Normal Sumber
Konsumsi makanan sehari-hari 18 g / kg James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Diet kekhasan Tak satupun
Konsumsi air harian 40 – 60 ml / kg Bistner dan Ford
Dietary protein 22-28% Merck
Harian kemih output 20-100 ml / kg Merck
Life span 12 tahun James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Berat, laki-laki dewasa (beagle) 10,5 kg James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Berat, betina dewasa (beagle) 9.9 kg Fox et al.
Berat badan lahir (beagle) 250 g James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Breeding usia, wanita Estrus pertama setelah 12 bulan James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Breeding usia, laki-laki 8 – 12 bulan James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Siklus estrus Semi-tahunan, monestrous James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Kehamilan 59-68 hari James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Usia penyapihan 3 – 8 minggu James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Serasah ukuran 1 – 12 James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Waktu untuk remate 4 – 6 bulan, berikutnya estrus James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Pemuliaan kehidupan, perempuan 6 tahun James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Pemuliaan hidup, laki-laki 6 – 14 tahun James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Rasio kawin Pasangan; 1 jantan – 10 – 15 betina,
1 – 2 perkawinan / minggu
James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Jumlah kromosom 78 James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Suhu dubur 38.9 ° C (37,9-39,9 °); 102 ° F
(100,2-103,8 °)
James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Tingkat respirasi 22 napas / menit James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Denyut jantung 70-160 beats / min James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Volume darah 76,5-107,3 ml / kg James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Maksimum aman berdarah 9,9 ml / kg Formularium
Sel darah merah 5,5-8,5 x 10 6 / L m, avg 6,8 x 10 6 James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Hemoglobin 12 – 18 g / dl, avg 17 James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Dikemas cell volume 37-55% James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Trombosit 2 – 9 x 10 5 / m L James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.
Sel darah putih 6-17 x 10 3 / m L James G. Fox, Bennett J. Cohen, dan Franklin M.Loew, Eds 1984.: Laboratorium Kedokteran Hewan Akademik, Tekan,.

Kamis, 06 Januari 2011

ASCARIASIS

Ascariasis adalah salah satu penyakit yang sering menyerang ayam, yang disebabkan oleh parasit cacing yaitu ascaridia, termasuk anggota dari Filum: Nemathelminthes; Famili: Ascaridae yang secara umum terdapat di dalam usus kecil berbagai burung piaraan dan liar (Jones dan Hunt 1983; Soulsby, 1982). Penyakit ini pada ayam sangat tinggi sehingga dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat berarti. Meskipun tidak menimbulkan kematian, namun ayam yang menderita ascariasis dapat menyebabkan infeksi subklinis dan anoreksia (Darmawi, 2007). Morfologinya badan gemuk putih, betina berukuran 12 cm (Fahrimal, 2003) dan yang jantan panjangnya 5-7 cm. Siklus hidup langsung, larva infektif masuk ke dalam tubuh induk semang melalui mulut (Hungerford, 1969).

Cacing Ascaridia terbagi lagi dalam beberapa spesies antara lain; Ascaridia galli, Ascaridia dissimilis, Ascaridia numidae, Ascaridia columbae, Ascaridia Compar dan Ascaridia bonasae. Selain berparasit pada ayam, Ascaridia galli juga ditemukan pada kalkun, burung dara, itik dan angsa (Tabbu, 2002).

Akoso (1998) dan Oka (2005) mengatakan Ascaridia galli (cacing gilik) paling banyak dijumpai pada peternakan unggas (ayam) dan menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar setiap tahun. Penyakit ini terutama banyak dijumpai pada ayam buras karena jenis ayam ini sedikit banyak dipengaruhi oleh cara pemeliharaan secara tradisional. Cacing Ascaridia pertama kali dilaporkan untuk pertama kali pada tahun 1788 oleh Schrank dan Semarang diketahui telah tesebar luas di seluruh velan bumi dan sifatnya sangat spesifik terhadap spesiesnya.

Siklus Hidup

Siklus hidup ascaridia pada ayam berlangsung selama 35 hari. Telur cacing akan keluar bersamaan dengan tinja dan mencapai stadium larva pada alas kandang. Telur cacing di alas kandang menjadi infektif dalam waktu 5 hari. Suhu optimun untuk pertumbuhan adalah 32-34 0C. Sewaktu ayam sedang makan, telur infektif menetas dan kemudian menetas di dalam perutnya. Larva cacing melewati usus dan pindah ke selaput lendir. Periode perpindahan mungkin terjadi antara 10-17 hari dalam perkembangannya (Diyanti dkk., 1998; Levine, 1990; Ruff dan Norton, 1997).

Akoso (1998) mengatakan dalam waktu 35 hari cacing menjadi dewasa dan mulai bertelur. Setelah cacing ini menjadi dewasa akan meningalkan selaput lendir dan tinggal di dalam lumen usus. Ayam yang masih muda paling peka terhadap kerusakan yang disebabkan oleh cacing ini. Dalam umur 2 atau 3 bulan ayam akan membentuk ketahanan (imunitas jaringan) terhadap cacing gilik. Kresno (1996) menambahkan infeksi ascaridia galli pada ayam umumnya singkat dan jarang meningalkan kerusakan permanent. Hal ini disebabkan karena tubuh ayam memiliki suatu kekebalan yang dapat melindungi tubuh mereka. System ini mampu melakukan reaksi yang cepat dan tepat untuk menyingkirkan materi asing tersebut. Salah satu organ yang memiliki system tersebut adalah saluran pencernaan (usus).

Immunoglobulin (Ig) ditemukan juga dalam saluran usus dan dinding usus (Tizard, 1988). Menurut hasil penelitian Warner dkk. (1971) yang disitasi oleh Brotowidjoyo (1987), bahwa IgG, IgM dan IgA dalam serum mudah untuk memasuki dinding usus dan mudah pula keluar bersamaan cairan usus. Semua Ig tersebut terbukti memegang peranan dalam proses kekebalan terhadap parasit walaupun beberapa ahli berpendapat bahwa IgE yang paling pontesial, sebaliknya Zarret dan Bazen (1974) yang disitasi oleh Brotowidjoyo (1987), menjelaskan bahwa immunoglobulin tertentu berperan terhadap jenis-jenis parasit tertentu.

Pada dasarnya proses kekebalan terhadap parasit cacing berlangsung baik secara humoral maupun seluler (Kresno, 1996). Respon usus terhadap infeksi cacing adalah proses yang majemuk. Proses tersebut menurut poulan dkk. (1977) yang disitasi oleh Brotowidjoyo (1987), meliputi perusakan parasit oleh kekebalan humoral (antibody) dan pengeluaran cacing oleh reaksi kekebalan seluler.

Penularan

Infeksi silang antara jenis unggas satu ke jenis yang lain sangat kecil atau tidak ada. Semua kelas unggas periaraan memiliki kerentanan semangnya. Ascaridia untuk kalkun adalah Ascaridia dissimilis dan untuk angsa adalah Ascaris munidae. Infeksi terjadi karena unggas menelan telur cacing infektif bersama makanan (Akoso, 1998; Tabbu, 2002).

Saluran pencernaan usus halus bagian bawah merupakan habitat paling disukai parasit khususnya cacing, organ ini merupakan tempat lalunya zat-zat nutrisi, vitamin, mineral dan cairan serta merupakan tempat pencernaan protein, karbohidrat dan lemak menjadi bahan-bahan yang sederhana agar dapat diabsorbsi oleh tubuh (Ganong, 1979). Anatominya, yang khusus dengan vili yang semakin ke belakang semakin memanjang dengan kript-kriptanya yang dalam membantuk lekukan-lekukan yang memungkinkan parasit cacing yang ada disana mudah bersembunyi, mendapat makanan, berkembang biak dan mempertahankan diri (Miller, 1984; Cormack, 1987)

Gejala Klinis

Apabila jumlah cacing ascaridia galli dalam usus seekor ayam sedikit, maka cacing tersebut tidak menimbulkan gangguan pada ayam (Akoso, 1998; Anonimus, 2006). Sauvani (2008) dan Irawan (1996) menambahkan apabila jumlahnya cukup banyak akan menimbulkan ganguan kesehatan atau kematian terutama pada anak ayam. Anak ayam yang menderita cacingan akan memperlihatkan tanda-tanda seperti; tampak kurus, pucat, lemas, sayap agak terkulai, bulunya tidak mengkilat, terjadi diare bewarna keputih-putihan (seperti kapur, encer dan agak berlendir), pada anak ayam terjadi kematian yang banyak dan pada yang dewasa terjadi penurunan produksi telur.

Perubahan Pasca Mati

1. Perubahan anatomi (makroskopik); kerusakan terbesar terjadi sewaktu tahap perpindahan dari pertumbuhan larva cacing. Perpindahan dari dalam lapisan usus dapat menyebabkan radang usus mendarah, cacing dapat ditemukan secara relatif lebih banyak di lumen usus, seperti terlihat pada Gambar 1 (Akoso, 1998).

Tabbu (2002) menambahkan infeksi Ascaridia galli dalam jumlah besar akan kehilangan darah, mengalami penurunan kadar gula darah, peningkatan asam urat, atrofi timus, gangguan pertumbuhan dan peningkatan mortalitas.

2. Perubahan histopatologi (mikroskopik); biasanya terlihat bahwa usus terjadi erosi sel epitel dan terlihat adanya hemoragi, sehingga ayam tersebut didiagnosa menderita ascaridiasis. Hemoragi yang terjadi pada usus kecil bisa menyebabkan usus mengalami ulserasi sel epitel. Kerusakan pembuluh darah menyebabkan terjadinya obstruksi akut atau enteristis yang disebabkan oleh cacing atau protozoa akan terjadi penetrasi yang lebih dalam pada lapisan usus (Blood and Henderson, 1963). Disamping itu bisa terjadi nekrosis dan penebalan lokal pada lapisan muskularis yang akan mengakibatkan usus halus tidak berfungsi secara sempurna (Siahaan, 1993)